BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Hubungan
cinta kasih wanita dengan pria, setelah melalui proses dan pertimbangan ,
biasanya dimantapkan dalam sebuah tali perkawinan, hubungan dan hidup bersama
secara resmi selaku suami istri dari segi hukum, agama dan adat
masing-masing daerah.
Di Jawa seperti juga ditempat lain, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena keputusan dua insan yang saling jatuh cinta.Itu merupakan hal yang prinsip. Meski ada juga perkawinan yang terjadi karena dijodohkan orang tua yang terjadi dimasa lalu.Sementara orang-orang tua zaman dulu berkilah melalui pepatah : Witing tresna jalaran saka kulina, artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa.
Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang berlaku, kedua insan yang berkasihan akan memberitahu keluarga masing-masing bahwa mereka telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya.
Di Jawa seperti juga ditempat lain, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena keputusan dua insan yang saling jatuh cinta.Itu merupakan hal yang prinsip. Meski ada juga perkawinan yang terjadi karena dijodohkan orang tua yang terjadi dimasa lalu.Sementara orang-orang tua zaman dulu berkilah melalui pepatah : Witing tresna jalaran saka kulina, artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa.
Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang berlaku, kedua insan yang berkasihan akan memberitahu keluarga masing-masing bahwa mereka telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya.
Bibit, Bebet, Bobot
Secara
tradisional, pertimbangan penerimaan seorang calon menantu berdasarkan kepada bibit,
bebet dan bobot.
Bibit : artinya
mempunyai latar kehidupan keluarga yang baik.
Bebet : calon
penganten, terutama pria, mampu memenuhi kebutuhan keluarga.
Bobot : kedua
calon penganten adalah orang yang berkwalitas, bermental baik dan berpendidikan
cukup.
Biasanya
setelah kedua belah pihak orang tua atau keluarga menyetujui perkawinan, maka
dilakukan sebuah upacara adat sesuai dengan keyakinan serta budaya masing-masing
khususnya budaya Jawa.
2. Rumusan Masalah
Dari
penjelasan latar belakang diatas dapat
dirumuskan masalah yang akan kami bahas yakni :
Ø
Makna rangkaian upacara
pernikahan tradisional adat Jawa
3. Tujuan
Berdasar pada masalah yang telah dirumuskan diatas, kami mempunyai tujuan
yaitu :
ü
Mengetahui urutan serta
makna yang terkandung dalam upacara pernikahan tradisional adat Jawa
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam upacara pernikahan
tradisioanl adat Jawa ada beberapa tahapan yang biasanya dilakukan :
1. Pinangan
Biasanya yang melamar adalah pihak calon penganten pria. Pada masa lalu, orang tua calon penganten pria mengutus salah seorang anggota keluarganya untuk meminang. Tetapi kini, untuk praktisnya orang tua pihak lelaki bisa langsung meminang kepada orang tua pihak wanita. Bila sudah diterima, langsung akan dibicarakan langkah-langkah selanjutnya sampai terjadinya upacara perkawinan.
Biasanya yang melamar adalah pihak calon penganten pria. Pada masa lalu, orang tua calon penganten pria mengutus salah seorang anggota keluarganya untuk meminang. Tetapi kini, untuk praktisnya orang tua pihak lelaki bisa langsung meminang kepada orang tua pihak wanita. Bila sudah diterima, langsung akan dibicarakan langkah-langkah selanjutnya sampai terjadinya upacara perkawinan.
Hal-hal yang
perlu dibicarakan antara lain meliputi :
Tanggal dan
hari pelaksanaan perkawinan, ditentukan kapan pernikahannya, jam berapa,
biasanya dicari hari baik. Kalau hari pernikahan sudah ditentukan, upacara lain
yang terkait seperti : peningsetan, siraman, midodareni, panggih
, resepsi dll, tinggal disesuaikan.
2. Pemasangan Bleketepe dan Tarub
Sehari
sebelum upacara perkawinan, rumah orang tua mempelai wanita dipasangi tarub dan
bleketepe dipintu masuk halaman depan. Dibuat gapura yang dihiasi tarub yang
terdiri dari berbagai tuwuhan, yaitu tanaman dan dedaunan yang punya arti
simbolis.
Dikiri kanan
gapura dipasang pohon pisang yang sedang berbuah pisang yang telah
matang. Artinya : Suami akan menjadi kepala keluarga ditengah kehidupan
bermasyarakat.Seperti pohon pisang yang bisa tumbuh baik dimanapun dan
rukun dengan lingkungan, keluarga baru ini juga akan hidup bahagia,
sejahtera dan rukun dengan lingkungan sekitarnya.
Sepasang tebu
wulung, pohon tebu yang berwarna kemerahan, merupakan simbol mantapnya
kalbu, pasangan baru ini akan membina dengan sepenuh hati keluarga
mereka.
Cengkir
gading- kelapa kecil berwarna kuning, melambangkan kencangnya-kuatnya pikiran
baik, sehingga pasangan ini dengan sungguh-sungguh terikat dalam kehidupan
bersama yang saling mencinta.
Berbagai
macam dedaunan segar seperti : beringin, mojokoro, alang-alang, dadap
srep, merupakan harapan supaya pasangan ini hidup dan tumbuh dalam
keluarga yang selalu selamat dan sejahtera.
Anyaman daun
kelapa yang dinamakan bekletepe digantungkan digapura depan rumah, ini
dimaksudkan untuk mengusir segala gangguan dan roh jahat dan sekaligus
menjadi pertanda bahwa dirumah ini sedang dilakukan upacara perkawinan.
Sesaji
khusus diadakan sebelum pemasangan tarub dan bekletepe, yang
terdiri dari : nasi tumpeng, berbagai macam buah-buahan termasuk pisang dan
kelapa, berbagai macam lauk pauk,kue-kue, minuman, bunga, jamu, tempe, daging
kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera.
Sesaji ini
melambangkan permohonan supaya mendapatkan berkah dari Tuhan, Gusti dan restu
dari para leluhur dan sekaligus sebagai sarana untuk menolak goda mahluk-mahluk
halus jahat.
Sesaji
ditempatkan dibeberapa tempat dimana prosesi upacara perkawinan
dilaksanakan seperti didapur, kamar mandi, pintu depan, dibawah tarub,
dijalan dekat rumah dll.
Upacara-upacara sebelum pernikahan :
A. Siraman
Siraman dari asal
kata siram, artinya mandi. Sehari sebelum pernikahan, kedua calon penganten
disucikan dengan cara dimandikan yang disebut Upacara Siraman. Calon
penganten putri dimandikan dirumah orang tuanya, demikian juga calon mempelai
pria juga dimandikan dirumah orang tuanya.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk Siraman :
Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk Siraman :
1.
Persiapan tempat untuk siraman, apakah
dilakukan dikamar mandi atau dihalaman rumah belakang atau samping.
2.
Daftar orang-orang yang akan ikut memandikan.
Sesuai tradisi selain kedua orang tua temanten, eyang temanten, beberapa
pinisepuh. Yang diundang untuk ikut memandikan adalah mereka
yang sudah sepuh, sebaiknya sudah punya cucu dan punya reputasi kehidupan yang
baik.
3.
Sejumlah barang yang diperlukan seperti : tempat
air, gayung, kursi, kembang setaman, kain, handuk, kendi dsb.
4.
Sesaji untuk siraman, ada lebih dari sepuluh
macam, diantaranya adalah seekor ayam jago.
5.
Pihak keluarga penganten putri mengirimkankan sebaskom
air kepada pihak keluarga penganten pria. Air itu disebut air suci perwitosari
artinya sari kehidupan, yaitu air yang dicampur dengan beberapa macam
bunga,yang ditaruh dalam wadah yang bagus , untuk dicampurkan dengan air
yang untuk memandikan penganten pria.
6.
Pihak terakhir yang memandikan penganten adalah pemaes,
yang menyirami calon penganten dangan air dari sebuah kendi. Ketika kendi telah
kosong, pemaes atau seorang pinisepuh yang ditunjuk, membanting
kendi dilantai sambil berkata : Wis pecah pamore.artinya calon penganten
yang cantik atau gagah sekarang sudah siap untuk kawin.
7.
Upacara siraman selesai dan calon
penganten dengan memakai kain batik motif grompol dan ditutupi
tubuhnya dengan kain batik motif nagasari, dituntun kembali keruang
pelaminan. Calon temanten putri akan dikerik oleh pemaes.
B. Upacara
Ngerik
Ngerik artinya
rambut-rambut kecil diwajah calon pengantin wanita dengan hati-hati dikerik
oleh pemaes.Rambut penganten putri dikeringkan kemudian diasapi dengan
ratus/dupa wangi. Perias mulai merias calon penganten . Wajahnya dirias dan
rambutnya digelung sesuai dengan pola upacara perkawinan yang telah
ditentukan.
Sesudah selesai, penganten didandani dengan kebaya
yang bagus yang telah disiapkan dan kain batik motif sidomukti dan
sidoasih, melambangkan dia akan hidup makmur dan dihormati oleh sesama.
Malam itu, ayah dan ibu calon mempelai putri
memberikan suapan terakhir kepada putrinya, karena mulai besok, dia sudah
berada dibawah tanggung jawab suaminya.
Sesaji untuk ngerik sama dengan sesaji siraman.
Jadi untuk praktisnya, seluruh sesaji siraman dibawa masuk kekamar
pelaminan dan menjadi sesaji untuk ngerik.
C.
Upacara Midodareni
Pada upacara midodareni yang berlangsung
dimalam hari sebelum Ijab dan Temu Manten/Panggih di keesokkan harinya,
kedua orang tua calon mempelai pria beserta calon mempelai pria, diantar oleh
keluarga dekatnya, berkunjung kerumah orang tua calon mempelai putri.
Calon mempelai putri setelah dirias dikamar pelaminan,
nampak cantik sekali bagai widodari, bidadari, dewi dari kahyangan.
Sesuai kepercayaan kuno, malam itu mempelai putri
ditemani oleh beberapa dewi cantik dari kahyangan. Malam itu dia harus tinggal
dikamar dan tidak boleh tidur dari jam 6/enam sore sampai tengah malam.Beberapa
ibu sepuh menemani dan memberikan nasihat-nasihat berharga.
Keluarga calon mempelai pria yang wanita, yang datang
dimalam midodareni, boleh menengok calon mempelai wanita yang sudah
didandani cantik, siap untuk nikah esok harinya.
Sesuai adat, dikamar pelaminan ada sesaji khusus untuk
upacara midodareni, ada sebelas macam makanan dan barang; selain itu
ada 7 macam barang yang lain.
D.
Upacara diluar kamar pelaminan
Dimalam midodareni, orang tua dan keluarga
calon penganten putri, menerima kunjungan dari orang tua dan keluarga dari
calon penganten pria. Mereka duduk didalam rumah, saling berkenalan dan
bersantap bersama. Calon penganten pria juga datang, tetapi dia tidak boleh
masuk rumah dan hanya boleh duduk diserambi depan rumah. Diapun hanya disuguhi
segelas air minum, tidak boleh makan atau minum yang lain. Ini konon untuk
melatih kesabaran seorang suami dan kepala keluarga.
E. Srah-srahan
atau Peningsetan
Dalam upacara midodareni, bisa dilakukan srah-srahan
atau peningsetan.( Pada zaman dulu, peningsetan dilakukan sebelum
malam midodareni). Orang tua dan keluarga calon penganten pria
memberikan beberapa barang kepada orang tua calon penganten wanita.
Peningsetan dari kata singset,
artinya mengikat erat, dalam hal ini terjadinya komitmen akan sebuah perkawinan
antara putra putri kedua pihak dan para orang tua penganten akan menjadi
besan.
Pemberian itu berupa : Satu set suruh ayu
sebagai perlambang harapan tulus supaya mendapatkan keselamatan.
Seperangkat pakaian untuk penganten wanita, termasuk beberapa kain batik dengan
motif yang melambangkan kebahagiaan hidup. Tidak boleh ketinggalan sebuah stagen,
ikat pinggang kain putih yang besar dan panjang, sebagai pertanda
kuatnya tekad. Beberapa hasil bumi beras, gula, garam, minyak goreng,
buah-buahan sebagai pralambang hidup kecukupan dan sejahtera bagi keluarga
baru.
Sepasang cincin kawin untuk kedua mempelai. Pada
kesempatan ini, pihak calon mempelai pria menyerahkan sejumlah uang, sebagai
sumbangan untuk pelaksanaan upacara perkawinan. Ini hanya formalitas belaka,
karena urunan uang sudah diberikan jauh hari sebelumnya.
Sesudah bersantap bersama dan saling berkenalan,
seluruh keluarga rombongan orang tua temanten pria berpamitan
untuk pulang. Mereka perlu mempersiapkan diri untuk besok yaitu pelaksanaan
upacara perkawinan yang penting termasuk pernikahan secara agama, Upacara adat temu
manten dsb.
Catatan : Menurut adat perkawinan Surakarta, sewaktu
rombongan tamu berpamitan pulang, pihak tuan rumah memberikan angsul-angsulan
, berupa buah-buahan, kue-kue dan seperangkat pakaian temanten
pria yang akan dipakai besok. Pada adat perkawinan gaya Yogyakarta, tidak ada angsul-angsulan.
F. Nyantri
Sewaktu rombongan keluarga temanten pria pulang
dari upacara midodareni, calon penganten pria juga ikut diajak
pulang.Tetapi, bila calon mempelai pria nyantri, maka dia ditinggal
dirumah calon mertuanya.Tentu nyantri sebelumnya sudah dibicarakan dan
disetujui kedua pihak. Begini tata caranya : Orang tua calon mempelai pria melalui
jurubicara keluarga mengatakan kepada orang tua calon mempelai wanita, bahwa
calon mempelai pria tidak diajak pulang dan menyerahkan tanggung jawab kepada orang
tua calon mempelai putri.
Setelah keluarganya pulang, ditengah malam dia
dipersilahkan masuk rumah untuk makan, tidak boleh ketemu calon istrinya dan
sesudah itu diantar kekamar tidur untuk beristirahat.
Nyantri
dilaksanakan untuk segi praktisnya, mengingat besok pagi dia sudah harus
didandani untuk pelaksanaan ijab kabul/pernikahan. Juga untuk keamanan
pernikahan, kedua calon mempelai sudah berada disatu tempat.
3. Pelaksanaan
Ijab
Ijab adalah
hal paling penting untuk melegalisir sebuah perkawinan. Ijab atau
perkawinan dilaksanakan sesuai dengan agama yang dianut kedua penganten,
bisa Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu.
Kini, warga
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, perkawinannya juga
diakui sah oleh negara sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Persiapan
untuk pernikahan/ Ijab, harus benar-benar cermat, supaya lancar dan aman. Sesudah
Ijab selesai, artinya temanten sudah sah sebagai suami istri.
Tentu hati rasanya “plong”, orang tua dan keluarga kedua pihak juga
lega.
4. Upacara
Panggih atau Temu Penganten
Secara
tradisional Upacara Panggih atau Temu Penganten dilaksanakan dirumah
orang tua penganten putri. Pada saat yang telah ditentukan, penganten pria
diantar oleh saudara-saudaranya kecuali kedua orang tuanya yang tidak
boleh hadir dalam upacara ini, tiba didepan rumah pengantin putri dan berhenti
didepan pintu rumah. Sementara itu, pengantin wanita dengan dikawal
saudara-saudaranya dan diikuti kedua orang tuanya, menyongsong kedatangan
rombongan pengantin pria dan berhenti dipintu rumah depan
Didepan
pengantin wanita, dua gadis kecil yang disebut patah membawa kipas. Dua
anak laki-laki muda atau dua orang ibu, masing-masing membawa sebuah rangkaian
bunga khusus yang namanya kembar mayang.Seorang ibu pengiring pengantin
pria maju dan memberikan Sanggan kepada ibu pengantin putri sebagai
tanda penghormatan untuk penyelenggaraan upacara perkawinan. Sanggan itu
berupa buah pisang yang dibungkus rapi dengan daun pisang dan ditaruh diatas
nampan.
Pada waktu upacara panggih, kembar mayang dibawa keluar rumah dan dibuang diperempatan jalan dekat rumah atau didekat berlangsungnya upacara perkawinan, maksudnya supaya upacara berjalan selamat dan tidak ada gangguan apapun dan dari pihak manapun.
Pada waktu upacara panggih, kembar mayang dibawa keluar rumah dan dibuang diperempatan jalan dekat rumah atau didekat berlangsungnya upacara perkawinan, maksudnya supaya upacara berjalan selamat dan tidak ada gangguan apapun dan dari pihak manapun.
5. Balangan Suruh
Kedua
penganten bertemu dan berhadapan langsung pada jarak sekitar dua atau tiga
meter, keduanya berhenti dan dengan sigap saling melempar ikatan daun sirih
yang diisi dengan kapur sirih dan diikat dengan benang. Ini yang disebut ritual
balangan suruh.
Kedua
penganten dengan sungguh-sungguh saling melempar sambil tersenyum,
diiringi kegembiraan semua pihak yang menyaksikan. Menurut kepercayaan
kuno, daun sirih punya daya untuk mengusir roh jahat. Sehingga dengan
saling melempar daun sirih, kedua pengantin adalah benar-benar pengantin
sejati, bukan palsu.
6. Ritual Wiji
Dadi
Penganten
pria menginjak sebuah telur ayam kampung hingga pecah dengan telapak kaki
kanannya, kemudian kaki tersebut dibasuh oleh penganten putri dengan air
kembang.
Pralambangnya
: rumah tangga yang dipimpin seorang suami yang bertanggung jawab dengan
istri yang baik, tentu menghasilkan hal yang baik pula termasuk anak keturunan.
Ritual
memecah telur ini ada versi lain dari Yogyakarta, pelaksanaannya sebagai
berikut :
Pengantin
pria dan wanita berdiri berhadapan tepat. Telapak kaki kanan mempelai
pria dibasuh dengan air kembang oleh mempelai putri dengan sikap jongkok.
Perias temanten sebagai pembimbing upacara, memegang telur ayam
kampung itu ditangan kanannya.Ujung telur tersebut oleh perias ditempelkan
pada dahi pengantin pria dan kemudian pada dahi pengantin wanita.Kemudian
telur itu dipecah oleh perias diatas tumpukan bunga yang berada diantara kedua
pengantin Ini penggambaran kedua pengantin sudah mantap dalam satu pikiran, sadar
saling kasih membina rumah tangga yang bahagia sejahtera dan
menghasilkan anak keturunan yang baik-baik.
7. Ritual Kacar
Kucur atau Tampa Kaya
Sepasang
pengantin dengan bergandengan dengan jari kecilnya berjalan menuju
depan krobongan, tempat dimana upacara tampa kaya diadakan.Upacara kacar
kucur ini menggambarkan : suami memberikan seluruh penghasilannya kepada
istri. Dalam ritual ini suami memberikan kepada istri : kacang, kedelai, beras,
jagung, nasi kuning, dlingo bengle, beberapa macam bunga dan uang logam
dengan jumlah genap.Istri menerima dengan segenap hati dengan selembar kain
putih yang ditaruh diatas selembar tikar tua yang diletakkan diatas
pangkuannya. Artinya istri akan menjadi ibu rumah tangga yang baik dan
berhati-hati
Catatan : Pada masa
dulu, ritual tampa kaya, dhahar kembul dll, memang dilakukan didepan krobongan
yang ada disenthong tengah ( Ruang tengah rumah kuno yang biasa dipakai
untuk melakukan sesaji). Pada masa kini, ritual tersebut tetap diadakan
meskipun upacara perkawinan diadakan digedung pertemuan atau hotel. Dekorasi
dibelakang kursi temanten adalah ukiran kayu yang berbentuk krobongan.
Ini untuk mengikuti perkembangan zaman dan sekaligus tetap melestarikan
tradisi.
8. Ritual
Dhahar Klimah atau Dhahar Kembul
Dengan
disaksikan orang tua pengantin putri dan kerabat dekat, sepasang pengantin
makan bersama, saling menyuapi. Mempelai pria membuat tiga kepal nasi kuning
dengan lauknya berupa telor goreng,tempe, kedelai, abon, ati ayam. Lalu ia
menyuapkan kepada istrinya, sesudah itu ganti sang istri menyuapi suaminya,
diakhiri dengan minum teh manis bersama. Ini melambangkan bahwa mulai saat ini
keduanya akan mempergunakan dan menikmati bersama apa yang mereka punyai.
9. Mertui atau
Mapag Besan
Kedua orang
tua pengantin putri menjemput kedua orang tua pengantin pria didepan rumah (
untuk perkawinan digedung menjemputnya didepan ruangan tempat berlangsungnya
acara ritual) dan mempersilahkan mereka masuk rumah/ ruangan tempat
upacara, selanjutnya mereka berjalan bersama menuju ketempat upacara. Ibu-ibu
berjalan didepan, bapak-bapak mengiringi dari belakang. Kedua orang tua
pengantin pria didudukkan sebelah kiri pengantin, orang tua pengantin
putri duduk disebelah kanan penganten.
10. Upacara
Sungkeman
Sepasang
pengantin melakukan sungkem kepada kedua belah pihak orang tua.
Mula-mula kepada orang tua pengantin wanita kemudian kepada orang tua pengantin
pria. Sungkem adalah merupakan bentuk penghormatan tulus kepada orang
tua dan pinisepuh.
Pada waktu sungkem
( menghormat dengan posisi jongkok , kedua telapak tangan menyembah dan mencium
lutut yang di-sungkemi), keris yang dipakai pengantin pria dilepas dulu dan
dipegangi oleh perias, sesudah selesai sungkem , keris dikenakan kembali.
Orang tua
dengan haru menerima penghormatan berupa sungkem dari putra putrinya dan pada
waktu yang bersamaan juga memberikan restunya supaya keduanya menempuh
hidup rukun, sejahtera. Tanpa mengucapkan kata-kata itu, sebenarnya para orang
tua pengantin sudah memberikan restu yang dilambangkan dari kain batik yang
dikenakan yang polanya truntum , artinya punyailah rejeki yang cukup
selama hidup. Kedua orang tua juga menggunakan ikat pinggang besar yang
namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis yang melekuk-lekuk,
artinya orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu bertindak
hati-hati, bijak dalam menjalani kehidupan nyata didunia ini.
11. Ritual lain
Upacara-upacara
diatas adalah tradisi yang berlaku di Yogyakarta, didaerah Surakarta dan
lainnya masih ada tambahan ritual yang lain.
a. Sindhur
Binayang
Sesudah ritual Wiji Dadi, ayah pengantin putri
berjalan didepan kedua temanten menuju ke kursi pengantin didepan krobongan,
sedangkan ibu pengantin putri berjalan dibelakang kedua temanten, sambil
menutupi pundak kedua pengantin dengan kain sindhur. Ini melambangkan ,
sang ayah menunjukkan jalan menuju ke kebahagiaan, sang ibu mendukung.
b. Bobot Timbang
Kedua penganten bersama-sama duduk dipangkuan ayahanda
pengantin putri. Sesudah menimbang-nimbang sejenak, ayahanda berkata : Sama
beratnya, artinya ayah mencintai keduanya, sama, tidak dibedakan.
c. Tanem Jero
Selanjutnya, ayah mendudukkan sepasang pengantin
dikursi mahligai perkawinan. Itu untuk memperkuat persetujuannya terhadap
perkawinan itu dan memberikan restunya.
d. Bubak Kawah
Ayah pengantin putri, sesudah upacara Panggih,
minum rujak degan/ kelapa muda didepan krobongan. Istrinya bertanya
: Bagaimana Pak rasanya? Dijawab : Wah segar sekali, semoga orang
serumah juga segar. Lalu istrinya ikut mencicipi minuman tersebut sedikit dari
gelas yang sama, diikuti anak menantu dan terakhir pengantin wanita. Ini
merupakan perlambang permohonan supaya pengantin segera dikaruniai keturunan.
e. Tumplak
Punjen
Ritual ini dilakukan oleh orang tua yang mengawinkan
putrinya untuk terakhir kali. Tumplak artinya menuang atau memberikan
semua, punjen adalah harta orang tua yang telah dikumpulkan sejak mereka
berumah tangga.
Dalam ritual ini, orang tua yang berbahagia, didepan krobongan,
memberikan miliknya (punjen) kepada semua anak-anak dan keturunannya.
Secara simbolis kepada masing-masing diberikan sebuah bungkusan kecil yang
berisi bumbu-bumbu,nasi kuning,uang logam dari emas, perunggu dan tembaga dll.
Dengan mengadakan tumplak punjen, orang tua
ingin memberi teladan kepada anak keturunannya,bahwa mereka sudah purna tugas
dan supaya generasi penerus selalu menyukuri karunia Tuhan dan mampu
melaksanakan tugas hidupnya dengan baik dan benar.
f. Tukar
Kalpika
Pengantin melakukan tukar cincin sebagai tanda kasih
dan keterikatan suami istri yang sah.
g. Resepsi
Perkawinan
Sesudah seluruh rangkaian upacara perkawinan selesai,
dilakukan resepsi, dimana kedua temanten baru, dengan diapit kedua belah
pihak orang tua, menerima ucapan selamat dari para tamu.
Dalam acara resepsi, hadirin dipersilahkan menyantap
hidangan yang sudah disediakan, sambil beramah tamah dengan kerabat dan
kenalan. Ada kalanya, sebelum resepsi dimulai, diadakan pementasan
fragmen tari Jawa klasik yang sesuai untuk perkawinan seperti fragmen Pergiwo
Gatotkaca atau tari Karonsih, yang melukiskan hubungan cinta
kasih wanita dan pria.
BAB III
PENUTUP
Secara garis besar upacara pernikahan tradisional adat
Jawa memiliki rangkaian yang sangatlah beragam dan memiliki makna yang cukup
mendalam bagi orang yang melaksanakannya. Karena dalam budaya Jawa terdapat sesaji, sesanti dan juga sesandi yang memiliki arti simbol, doa
serta makna yang terkandung dalam setiap kegiatan yang dilakukan orang Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar