Total Tayangan Halaman

Jumat, 11 Juli 2014

GANGGUAN BERBICARA PADA REZA MAHENDRA ANAK PENYANDANG GAGAP


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Karena itulah bahasa sering bahkan selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Kemudian muncullah berbagai pengertian tentang bahasa. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berinteraksi, bahasa adalah alat untuk mengekpresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, dan semua pengertian tersebut dapat diterima.
Bahasa dijadikan sebagai objek kajian linguistik yang pendekatannya dilakukan dengan cara bahasa dipandang sebagai bahasa saja bukan sebagai sesuatu yang lain. Sebagai objek kajian linguistik bahasa berbeda dengan berbahasa. Karena berbahasa merupakan kegiatan manusia dalam memproduksi dan meresepsi bahasa dimulai dari enkode semantik dalam otak pembicara dan berujung pada dekode semantik dalam otak pendengar.
Kalau bahasa adalah objek kajian linguistik, maka kegiatan berbahasa ini objek kajian psikolinguistik yakni bidang ilmu antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Hasil kajian psikolinguistik banyak dimanfaatkan dalam memahami pemerolehan bahasa pertama maupun dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing termasuk didalamnya permasalahan atau gangguan-gangguan yang terjadi pada hal-hal yang berkait dengan bahasa maupun berbahasa.
Gangguan berbahasa, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua. Pertama, gangguan akibat faktor medis; dan kedua, akibat faktor lingkungan sosial. Yang dimaksud faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak alamiah manusia, seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat manusia yang sewajarnya.
Secara medis menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, dan (3) gangguan berpikir.
Pada kesempatan kali ini, peneliti bermaksud untuk meneliti gangguan berbicara pada Reza Mahendra seorang anak laki-laki yang masih duduk di sekolah menengah pertama yang memiliki gangguan berbicara yakni gagap. Gagap termasuk dalam kategori gangguan berbicara yakni gangguan psikogenik. Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai suatu gangguan berbicara. Mungkin akan lebih tepatnya disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi yang merupakan ungkapan dari gangguan dibidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara.

B.     Rumusan Masalah
Ø  Apakah yang dimaksud gagap itu?
Ø  Apa penyebab terjadinya gangguan berbicara yang disebut gagap?
Ø  Apakah gagap mengganggu proses komunikasi anak?
Ø  Apakah anak yang menyandang gagap dapat disembuhkan?

C.     Tujuan Penelitian
ü  Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gagap
ü  Untuk mengetahui penyebab terjadinya gangguan berbicara yang disebut gagap
ü  Untuk mengetahui apakah gagap dapat mengganggu proses komunikasi anak
ü  Untuk mengetahui apakah anak yang menyandang gagap dapat disembuhkan




BAB II
KAJIAN TEORI

A.     Psikolinguistik
Psikologi berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa. Linguistik ialah ilmu tentang bahasa dengan karakteristiknya. Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam berbicara maupun menulis dan dipahami oleh manusia baik dalam menyimak ataupun membaca. Berdasarkan pengertian psikologi dan linguistik pada uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Berikut ini beberapa definisi psikolinguistik menurut para ahli.
Harley (Dardjowidjojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Levelt (Marat, 1983:1) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia. Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa membentuk/membangun kalimatkalimat bahasa tersebut. Slobin (Chaer, 2003: 5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia. Secara lebih rinci Chaer (2003: 6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dari berbagai uraian di atas dapat disimbulkan bahwa Psikolinguistik yaitu gambaran mengenai studi ilmu interdisipliner dalam kajian linguistik yang mempelajari penggunaan dan proses terjadinya bahasa oleh manusia yang diperoleh dari proses memproduksi dan memahami ujaran antara pikiran dan tubuh manusia. Ciri-ciri psikolinguistik sebagai disiplin ilmu interdisipliner yaitu mempelajari psikologi dan linguistik. Sehingga tidak murni ilmu linguistik saja tetapi juga mengenai psikologi yang berhubungan dengan jiwa manusia.
Dari berbagai teori oleh para ahli dapat dipahami bahwa psikolinguistik membahas tentang bagaimana orang mempergunakan bahasa sebagai sebuah sistem dan bagaimana orang dapat memperoleh bahasa tersebut sehingga dapat digunakan untuk komunikasi. Psikolinguistik juga membahas bagaimana bahasa itu diterima dan diproduksi oleh pemakai bahasa, bagaimana kerja otak manusia yang berkaitan dengan bahasa, teori pemerolehan bahasa oleh anak, Perbedaan antara pemerolehan bahasa oleh anak dan pembelajaran bahasa, dan interferensi sistem bahasa ibu ke bahasa yang sedang dipelajari.
B.     Gangguan Berbicara Psikogenik
Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Gusdi Sastra, dalam penelitiannya yang berjudul “Ekspresi Verbal Penderita Stroke Penutur Bahasa Minangkabau: Suatu Analisis Neurolinguistik” ( 2007: 22 ), mengemukakan bahwa, ”manusia yang tidak bisa berbahasa secara normal disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kerusakan pada bagian syaraf bahasa di otak karena suatu hal, kerusakan pada alat-alat artikulasi, dan tekanan mental.”
Secara garis besar, gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan kedua, gangguan berbicara psikogenik.
Gangguan berbicara psikogenik adalah variasi cara berbicara yang normal, yang merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara.(Chaer, 2003: 152)
Selanjutnya, Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi (2006 : 396) mengatakan, “penyakit psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang tidak diketahui basis organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik atau tekanan atau stress emosional.”
Jadi, dari dua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan bicara psikogenik itu merupakan gangguan bicara yang tidak berasal dari kesalahan sistem organ tubuh, melainkan merupakan suatu gangguan yang hanya dipicu oleh mental seperti stres, ingin lain daripada orang pada umumnya, kurang bisa mengendalikan emosi dan sebagainya.
C.     Berbicara Gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Acapkali si pembicara tidak berhasil mengucapkan suku kata awal, hanya dengan susah payah berhasil mengucapkan konsonan atau vokal awalnya saja. Lalu dia memilih kata lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun dengan susah payah juga. Dalam usahanya mengucapkan kata pertama yang barangkali gagal, si pembicara menampakkan rasa letih dan rasa kecewanya.
Apa yang menyebabkan terjadinya gagap ini belum diketahui secara tuntas. Namun, hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan dalam menyebabkan terjadinya kegagapan itu.
1.      Faktor-faktor “stres” dalam kehidupan berkeluarga.
2.      Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak; serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah.
3.      Adanya kerusakan pada belahan otak (hamisfer) yang dominan.
4.      Faktor neurotik famial.
Dulu ada anggapan bahwa gagap terjadi karena adanya pemaksaan unutk menggunakan tangan kanan pada anak-anak yang kidal. Namun, kini anggapan itu tidak dapat dipertahankan. Menurut Sidharta (1989) kegagapan adalah disfasia yang ringan. Kegagapan ini lebih sering terjadi pada kaum laki-laki daripada kaum perempuan, dan lebih banyak pada golongan remaja daripada golongan dewasa (Chauchard, 1983).





BAB III
METODE PENELITIAN

A.     Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis. Dengan pendekatan teoretis, penelitian ini menggunakan teori analisis pemerolehan bahasa dan pengaruh bahasa ibu. Pendekatan metodologis dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini bersifat kualitatif karena hasil akhir pada penelitian ini berupa tulisan.
B.     Objek Penelitian
Objek penelitian pada penelitian anak yang mengalami gangguan berbicara psikogenik yakni berbicara gagap adalah:
Nama                           : Reza Mahendra
Jenis kelamin                : Laki-laki
Umur                            : 18 tahun
Tempat/ tgl Lahir          : 29 Juni 1995
Alamat                         : -
Reza Mahendra adalah seorang anak yang tinggal dilingkungan perkampungan disebuah desa yang sejak kecil ditinggalkan oleh Bapak dan Ibunya bekerja diluar negeri menjadi seorang tenaga kerja disana. Ia mengalami ganggauan berbicara yakni pa yang disebut gagap. Karena itulah peneliti ingin menjadikan ia sebagai objek penelitian
C.     Sumber Data
Sumber data diambil dari tuturan langsung Reza Mahendra, anak laki-laki yang masih duduk disekolah menengah pertama.
D.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang akurat. Data tersebut adalah data yang sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan teknik pengamatan. Teknik wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data berdasarkan penjelasan dari orang tua dan kakak dari anak tersebut. Teknik pengamatan yaitu dengan mengamati setiap perilaku dan cara anak tersebut belajar bahasa yang diajarkan oleh keluarganya.

E.     Penyajian Data
Jadwal penelitian yang dilakukan oleh penulis:

Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Penelitian
V


Tahap Penelitian

V

Penyusunan Penelitian


V


















DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Psikolinguistik. Jakarta: Grasindo.
Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar