Total Tayangan Halaman

Jumat, 11 Juli 2014

GANGGUAN BERBAHASA PADA ROHMAN SOLEH (ANAK USIA 5 TAHUN)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Psikolinguistik adalah sebuah bidang ilmu baru antara dua spesialis berbeda yang masing-masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berbeda. Tetapi, pada kedua bidang ini sama-sama menggunakan objek yang sama, yaitu bahasa. Ada perbedaan yang mendasar dari dua bidang ini, yaitu objek materi yang berbeda, psikologi membahas tentang perilaku bahasa atau proses berbahasa, sedangkan linguistik membahas tentang stuktur bahasanya. Secara rinci, psikolinguistik mempelajari empat topik utama, yakni komperehensi, produksi, landasan biologis serta neurologis dan pemerolehan bahasa. Dari keempatnya, neorologi yang mempunyai peran sangat erat dengan dengan bahasa dan penguasaan bahasa pada manusia.
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya, kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental (otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik. Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat berbicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Jadi, kemampuan berbahasanya terganggu.
Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Komunikasi ini tidak hanya dilakukan oleh manusia dewasa, namun juga oleh anak-anak. Cara anak berkomunikasi ialah dengan mendengarkan lalu meniru bunyi-bunyi yang didengarnya. Bahasa ibu sebagai bahasa yang dikuasai pertama oleh anak dalam penggunaan sehari-hari di lingkungannya berpengaruh besar terhadap pemerolehan bahasa sang anak. Tahapan-tahapan berbahasa tersebut memberikan pengaruh yang besar dalam proses pemerolehan bahasa anak. Karena anak mempunyai tahapan-tahapan tersendiri dalam berbahasa di waktu umurnya tersebut.



1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pada ulasan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana proses pemerolehan Bahasa anak ?
2.      Bagaimana ciri-ciri anak yang mengalami gangguan dalam berbahasa?
1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Mengetahui proses pemerolehan bahasa anak.
  2. Mengetahui ciri-ciri anak yang mengalami gangguan dalam berbahasa diusia 5 tahun.
1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ada dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.
a.       Manfaat Teoretis
Penelitian mengenai gangguan bahasa pada anak usia 5 tahun (Rohman Soleh) ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang psikolinguistik.

b.    Manfaat Praktis
Penelitian mengenai gangguan bahasa pada anak usia 5 tahun (Rohman Soleh) dapat memberikan manfaat kepada para pembaca maupun pihak yang berkepentingan dalam rangka mengubah wawasan tentang bagaimana untuk pencegahan supaya gangguan berbahasa pada anak usia dini tidak terjadi, serta sebagai bahan acuan maupun referensi dalam penyusunan penelitian khususnya tentang gangguan berbahasa.








BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1    Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang pemerolehan bahasa anak juga telah dilakukan sebelumnya oleh Soenjono Dardjowidjojo yang telah meneliti cucunya yang bernama Echa dan sekaligus dijadikan judul bukunya. Penelitian yang dilakukan Soenjono ini bersifat longitudinal, yaitu penelitian bahasa yang berkaitan dengan perkembangan anak dari satu waktu ke waktu yang lain. Hasil dari penelitian tersebut menekankan bahwa jadwal dalam pemunculan bunyi adalah jadwal biologis, dan bukan jadwal kronologis masing-masing anak. Dengan demikian tidak mustahil bahwa ada anak yang telah memperoleh bunyi getar [r] jauh lebih awal dari umur 49 bulan seperti yang dinyatakan oleh Jakobson (1968), tiap anak memperoleh bunyi yang berbeda-beda pula. Yang universal adalah urutannya. Tidak ada anak yang memperoleh bunyi getar [r] sebelum bunyi hambat [p].
2.2    Kajian Teori
2.2.1. Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa adalah proses penguaasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara alamiah, tidak sadar, sehingga tidak ada kurikulum dan bantuan guru dalam proses pemerolehan bahasa tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Dardjowidjoyo (2003:225) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya.
Penelitian mengenai bahasa manusia telah menunjukkan banyak hal mengenai pemerolehan bahasa, mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan seorang anak ketika belajar atau memperoleh bahasa (Fromkin dan Rodman, 1998:318).
1.    Anak tidak belajar bahasa dengan cara menyimpan semua kata dan kalimat dalam sebuah kamus mental raksasa. Daftar kata-kata itu terbatas, tetapi tidak ada kamus
yang bisa mencakup semua kalimat yang tidak terbatas jumlahnya.
2.    Anak-anak dapat belajar menyusun kalimat, kebanyakan berupa kalimat yang belum pernah mereka hasilkan sebelumnya.
3.    Anak-anak belajar memahami kalimat yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Mereka tidak dapat melakukannya dengan menyesuaikan tuturan yang didengar dengan beberapa kalimat yang ada dalam pikiran mereka. Anak-anak selanjutnya harus menyusun “aturan” yang membuat mereka dapat menggunakan bahasa secara kreatif. Tidak ada yang mengajarkan aturan ini. Orang tua tidak lebih menyadari aturan fonologis, morfologis, sintaktis, dan semantik daripada anak-anak. Selain memperoleh aturan tata bahasa (memperoleh kompetensi linguistik), anak-anak juga belajar pragmatik, yaitu penggunaan bahasa secara sosial dengan tepat, atau disebut para ahli dengan kemampuan komunikatif. Aturan-aturan ini termasuk mengucap salam, kata-kata tabu, bentuk panggilan yang sopan, dan berbagai ragam yang sesuai untuk situasi yang berbeda. Ini dikarenakan sejak dilahirkan, manusia terlibat dalam dunia sosial sehingga ia harus berhubungan dengan manusia lainnya. Ini artinya manusia harus menguasai norma-norma sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. Sebagian dari noraia ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi seseorang tidak terbatas pada apa yang disebut pemakaian bahasa (language usage) tetapi juga penggunaan bahasa (language use) (Dardjowidjojo, 2000:275).
2.2.2. Gangguan berbahasa
Gangguan berbahasa ini secara garis besar dapat di bagi dua. Pertama, gangguan akibat faktor medis; dan kedua, akibat faktor lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak alamiah manusia, seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat manusia yang sewajarnya.
Menurut Sidharta (1984) Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Oleh sebab itu daerah broca dan wernecke harus berfungsi dengan baik, karena kerusakan pada daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkan terjadinya gangguan bahasa yang disebut dengan afasia.
a.      Afasia Motorik
Kerusakan pada belahan otak yang dominan yang menyebabkan terjadinya afasia motorik bisa terletak pada lapisan permukaan daerah broca atau pada lapisan di bawah permukaan daerah broca atau juga di daerah otak antara daerah broca dan daerah wernicke.
1)      Afasia Motorik Kortikal
Afasia Motorik kortikal berarti hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderita afasia kortikal ini masih bisa mengerti bahasa lisan dan bahasa tulisan. Namun, ekspresi verbal tidak bisa sama sekali, sedangkan ekspresi visual masih bisa dilaukan.
2)      Afasia Motorik Subkortikal
Penderita Afasia Motorik subkortikal adalah orang yang tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan tetapi masih bisa mengeluarkan perkataan secara membeo. Selain itu pengertian bahasa verbal dan visual tidak terganggu dan ekspresi visual pun berjalan normal.
3)      Afasia Motorik Transkortikal
Para penderita afasia motorik transkortikal dapat mengutarakan perkataan yang singkat dan tepat, tetapi masih mungkin menggunakan perkataan substitusinya. Misalnya, untuk mengatakan `pensil` sebagai jawaban atas pertanyaan `Barang yang saya pegang ini apa namanya? ` dia tidak mampu mengeluarkan perkataan itu. Namun, mampu untuk mengeluarkan parkataan `itu, tu, tu, untuk menulis. ` afasia jenis ini juga sering disebut dengan afasia nominatif.
b.      Afasia Sensorik
Penyebab afasia sensorik ini adalah akibat adanya kerusakan pada lesikortikal di daerah wernicne pada hemisferium yang dominan. Kerusakan di daerah ini tidak hanya menyebabkan pengertian dari apa yang didengarnya terganggu, tetapi pengertian dari apa saja yang dilihatnya pun ikut terganggu. Namun, ia masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dapat dipahami oleh dirinya sendiri meupun orang lain. Curah verbalnya itu merupakan bahasa baru yang tidak dapat dipahami oleh siapa pun. Curah verbalnya itu terdiri dari kata-kata, ada yang mirip, ada yang tepat dengan perkataan suatu bahasa, tetapi kebanyakan tidak sama atau sesuai dengan perkataan bahasa pun.
Neologismenya itu diucapkannya dengan irama,nada, dan melodi yang sesuai dengan bahasa asing yang ada. Sikap mereka pun wajar-wajar saja seakan-akan dia berdialog dalam bahasa yang saling dimengerti. Dia bersikap biasa, tidak tegang, marah, atau depresif. Sesungguhnya apa yang diucapkannya maupun apa yang didengarnya keduanya sama sekali tidak dapat dipahami.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis. Dengan pendekatan teoretis, penelitian ini menggunakan teori analisis pemerolehan bahasa dan pengaruh bahasa ibu. Pendekatan metodologis dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini bersifat kualitatif karena hasil akhir pada penelitian ini berupa tulisan.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian pada penelitian Pemerolehan Bahasa Pada Anak Penderita Kelainan Saraf Otak, atau Epilepsi adalah:
Nama                           : Rohman Soleh
Jenis kelamin               : Laki-laki       
Umur                           : 5 tahun
Tempat/ tgl Lahir        : 13 Maret 2008
Alamat                        : -
Anak ini mengalami gangguan dalam berbahasa, namun baru diketahui saat menginjak umur 4 tahun, karena pada anak seumuran itu seharusnya sudah bisa berbahasa dan tidak malu-malu untuk bertutur dengan lawan tuturnya, walaupun masih belum sempurna dan memerlukan bantuan orang tuanya. Selain itu, anak tersebut sering diam dan murung jika diajak bicara, bahkan cenderung takut.
3.2 Data dan Sumber
Data diambil dari tuturan Rohman Soleh, anak berumur 5 tahun yang masih banyak belajar bahasa dari tuturan ibunya dan lingkungan keluarga.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang akurat. Data tersebut adalah data yang sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan teknik pengamatan. Teknik wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data berdasarkan penjelasan dari orang tua dan kakak dari anak tersebut. Teknik pengamatan yaitu dengan mengamati setiap perilaku dan cara anak tersebut belajar bahasa yang diajarkan oleh keluarganya.
3.4 Instrumen Penelitian
Berikut daftar pertanyaan yang digunakan penulis:
........
3.5 Penyajian Data
Jadwal penelitian yang dilakukan oleh penulis:

Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Penelitian
V


Tahap Penelitian

V

Penyusunan Penelitian


V










DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Psikolinguistik. Jakarta: Grasindo.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

http://impiandalamhati.blogspot.com/2011/03/gangguan-berbahasa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar