BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bahasa
merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah
menyatu dengan pemiliknya. Karena itulah bahasa sering bahkan selalu muncul
dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Kemudian muncullah berbagai pengertian
tentang bahasa. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi pikiran, bahasa
adalah alat untuk berinteraksi, bahasa adalah alat untuk mengekpresikan diri,
dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, dan semua pengertian
tersebut dapat diterima.
Bahasa
dijadikan sebagai objek kajian linguistik yang pendekatannya dilakukan dengan
cara bahasa dipandang sebagai bahasa saja bukan sebagai sesuatu yang lain. Sebagai
objek kajian linguistik bahasa berbeda dengan berbahasa. Karena berbahasa
merupakan kegiatan manusia dalam memproduksi dan meresepsi bahasa dimulai dari
enkode semantik dalam otak pembicara dan berujung pada dekode semantik dalam
otak pendengar.
Kalau
bahasa adalah objek kajian linguistik, maka kegiatan berbahasa ini objek kajian
psikolinguistik yakni bidang ilmu antardisiplin antara psikologi dan
linguistik. Hasil kajian psikolinguistik banyak dimanfaatkan dalam memahami
pemerolehan bahasa pertama maupun dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa
asing termasuk didalamnya permasalahan atau gangguan-gangguan yang terjadi pada
hal-hal yang berkait dengan bahasa maupun berbahasa.
Gangguan
berbahasa, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua. Pertama, gangguan akibat faktor medis; dan kedua, akibat faktor lingkungan sosial. Yang dimaksud faktor medis
adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat
bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor lingkungan sosial adalah
lingkungan kehidupan yang tidak alamiah manusia, seperti tersisih atau
terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat manusia yang sewajarnya.
Secara
medis menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga
golongan, yaitu (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, dan (3)
gangguan berpikir.
Pada
kesempatan kali ini, peneliti bermaksud untuk meneliti gangguan berbicara pada Reza
Mahendra seorang anak laki-laki yang masih duduk di sekolah menengah pertama
yang memiliki gangguan berbicara yakni gagap. Gagap termasuk dalam kategori
gangguan berbicara yakni gangguan psikogenik. Gangguan berbicara psikogenik ini
sebenarnya tidak bisa disebut sebagai suatu gangguan berbicara. Mungkin akan
lebih tepatnya disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi yang
merupakan ungkapan dari gangguan dibidang mental. Modalitas mental yang
terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi,
dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang tersendat-sendat
dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara.
B.
Rumusan
Masalah
Ø Apakah
yang dimaksud gagap itu?
Ø Apa
penyebab terjadinya gangguan berbicara yang disebut gagap?
Ø Apakah
gagap mengganggu proses komunikasi anak?
Ø Apakah
anak yang menyandang gagap dapat disembuhkan?
C.
Tujuan
Penelitian
ü Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan gagap
ü Untuk
mengetahui penyebab terjadinya gangguan berbicara yang disebut gagap
ü Untuk
mengetahui apakah gagap dapat mengganggu proses komunikasi anak
ü Untuk
mengetahui apakah anak yang menyandang gagap dapat disembuhkan
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Psikolinguistik
Psikologi
berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal
dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti
jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara
etimologi psikologi berati ilmu jiwa. Linguistik ialah ilmu tentang
bahasa dengan karakteristiknya. Bahasa sendiri dipakai oleh manusia,
baik dalam berbicara maupun menulis dan dipahami oleh manusia baik dalam
menyimak ataupun membaca. Berdasarkan pengertian psikologi dan
linguistik pada uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik
adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik perilaku yang
tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Berikut ini beberapa definisi
psikolinguistik menurut para ahli.
Harley
(Dardjowidjojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi
tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum menggunakan
bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Levelt
(Marat, 1983:1) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah suatu studi mengenai
penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia. Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3)
mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti
bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa membentuk/membangun
kalimatkalimat bahasa tersebut. Slobin (Chaer, 2003: 5) mengemukakan
bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang
berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya
pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh
manusia. Secara lebih rinci Chaer (2003: 6) berpendapat bahwa
psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan
pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Pada
hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan
memahami ujaran. Dari berbagai uraian di atas dapat disimbulkan bahwa
Psikolinguistik yaitu gambaran mengenai studi ilmu interdisipliner dalam
kajian linguistik yang mempelajari penggunaan dan proses terjadinya
bahasa oleh manusia yang diperoleh dari proses memproduksi dan memahami
ujaran antara pikiran dan tubuh manusia. Ciri-ciri psikolinguistik sebagai
disiplin ilmu interdisipliner yaitu mempelajari psikologi dan linguistik. Sehingga
tidak murni ilmu linguistik saja tetapi juga mengenai psikologi yang berhubungan
dengan jiwa manusia.
Dari
berbagai teori oleh para ahli dapat dipahami bahwa psikolinguistik membahas
tentang bagaimana orang mempergunakan bahasa sebagai sebuah sistem dan
bagaimana orang dapat memperoleh bahasa tersebut sehingga dapat digunakan
untuk komunikasi. Psikolinguistik juga membahas bagaimana bahasa itu
diterima dan diproduksi oleh pemakai bahasa, bagaimana kerja otak manusia yang
berkaitan dengan bahasa, teori pemerolehan bahasa oleh anak, Perbedaan antara
pemerolehan bahasa oleh anak dan pembelajaran bahasa, dan interferensi sistem
bahasa ibu ke bahasa yang sedang dipelajari.
B. Gangguan Berbicara Psikogenik
Berbicara
merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Gusdi Sastra,
dalam penelitiannya yang berjudul “Ekspresi Verbal Penderita Stroke Penutur
Bahasa Minangkabau: Suatu Analisis Neurolinguistik” ( 2007: 22 ), mengemukakan
bahwa, ”manusia yang tidak bisa berbahasa secara normal disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti kerusakan pada bagian syaraf bahasa di otak karena
suatu hal, kerusakan pada alat-alat artikulasi, dan tekanan mental.”
Secara
garis besar, gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis.
Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik
dan kedua, gangguan berbicara psikogenik.
Gangguan
berbicara psikogenik adalah variasi cara berbicara yang normal, yang merupakan
ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh
cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas
suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau
tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara.(Chaer, 2003:
152)
Selanjutnya,
Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi (2006 : 396) mengatakan, “penyakit
psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang tidak diketahui basis
organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik atau tekanan atau
stress emosional.”
Jadi,
dari dua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan bicara
psikogenik itu merupakan gangguan bicara yang tidak berasal dari kesalahan
sistem organ tubuh, melainkan merupakan suatu gangguan yang hanya dipicu oleh
mental seperti stres, ingin lain daripada orang pada umumnya, kurang bisa
mengendalikan emosi dan sebagainya.
C.
Berbicara
Gagap
Gagap
adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti,
lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah
berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Acapkali si
pembicara tidak berhasil mengucapkan suku kata awal, hanya dengan susah payah
berhasil mengucapkan konsonan atau vokal awalnya saja. Lalu dia memilih kata
lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun dengan susah payah
juga. Dalam usahanya mengucapkan kata pertama yang barangkali gagal, si
pembicara menampakkan rasa letih dan rasa kecewanya.
Apa
yang menyebabkan terjadinya gagap ini belum diketahui secara tuntas. Namun,
hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan dalam menyebabkan terjadinya
kegagapan itu.
1. Faktor-faktor
“stres” dalam kehidupan berkeluarga.
2. Pendidikan
anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak; serta
tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah.
3. Adanya
kerusakan pada belahan otak (hamisfer) yang dominan.
4. Faktor
neurotik famial.
Dulu
ada anggapan bahwa gagap terjadi karena adanya pemaksaan unutk menggunakan
tangan kanan pada anak-anak yang kidal. Namun, kini anggapan itu tidak dapat
dipertahankan. Menurut Sidharta (1989) kegagapan adalah disfasia yang ringan.
Kegagapan ini lebih sering terjadi pada kaum laki-laki daripada kaum perempuan,
dan lebih banyak pada golongan remaja daripada golongan dewasa (Chauchard,
1983).
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Pendekatan
Penelitian
Dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis.
Dengan pendekatan teoretis, penelitian ini menggunakan teori analisis
pemerolehan bahasa dan pengaruh bahasa ibu. Pendekatan metodologis dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini bersifat kualitatif
karena hasil akhir pada penelitian ini berupa tulisan.
B.
Objek
Penelitian
Objek
penelitian pada penelitian anak yang mengalami gangguan berbicara psikogenik
yakni berbicara gagap adalah:
Nama
: Reza Mahendra
Jenis
kelamin : Laki-laki
Umur : 18 tahun
Tempat/
tgl Lahir : 29 Juni 1995
Alamat
: -
Reza
Mahendra adalah seorang anak yang tinggal dilingkungan perkampungan disebuah
desa yang sejak kecil ditinggalkan oleh Bapak dan Ibunya bekerja diluar negeri
menjadi seorang tenaga kerja disana. Ia mengalami ganggauan berbicara yakni pa
yang disebut gagap. Karena itulah peneliti ingin menjadikan ia sebagai objek
penelitian
C.
Sumber
Data
Sumber
data diambil dari tuturan langsung Reza Mahendra, anak laki-laki yang masih
duduk disekolah menengah pertama.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang
akurat. Data tersebut adalah data yang sesuai dengan penelitian yang sedang
dilakukan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
wawancara dan teknik pengamatan. Teknik wawancara dilakukan untuk mengumpulkan
data berdasarkan penjelasan dari orang tua dan kakak dari anak tersebut. Teknik
pengamatan yaitu dengan mengamati setiap perilaku dan cara anak tersebut
belajar bahasa yang diajarkan oleh keluarganya.
E. Penyajian Data
Jadwal
penelitian yang dilakukan oleh penulis:
|
Minggu
1
|
Minggu
2
|
Minggu
3
|
Penelitian
|
V
|
|
|
Tahap Penelitian
|
|
V
|
|
Penyusunan Penelitian
|
|
|
V
|
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan,
Henry Guntur. 1986. Psikolinguistik. Bandung:
Angkasa.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Psikolinguistik. Jakarta: Grasindo.
Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2005. Psikolinguistik:
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.